Sabtu, 07 Juli 2007

MASYARAKAT SEDANAU MENUNGGU REALISASI PROGRAM AIR BERSIH DARI PEMKAB NATUNA



Junaidi Syamsuddin alias Jisamsu

Seiring dengan mencuatnya Kabupaten Natuna sebagai salah satu Kabupaten dengan APBD yang alhamdulillah cukup besar sumbangan dari sektor Migas maka pertumbuhan penduduk pun meningkat dengan cepat. Begitu juga dengan Sedanau.

Hal ini berdampak pada pasokan air bersih. Keluhan masyarakat terkait dengan masalah air ini pun sering terdengar. Keterbatasan pasokan air ini membuat harganya pun melangit. Saat ini harga air di Sedanau ada yang mencapai Rp.7.000,- per kubik.

Sementara sebagaian besar masyarakat sedanau menggantungkan kebutuhan air bersih mereka pada sumur-sumur tradisional atau yang lebih dikenal dengan sebutan telage. Tak jarang pada musim-musim tertentu mereka terpaksa menggunakan air telage yang bercampur dengan air asin alias bowol kata mereka.

Belum lagi bicara soal kualitas air. Penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Peduli Bunguran pimpinan Bpk.Raja Mohd.Tahir terhadap sejumlah telage yang ada di Sedanau ternyata mengejutkan ada yang nilai Ph nya tidak layak untuk di konsumsi. Pemkab Natuna dalam hal ini Dinas Kesehatan diharapkan dapat menindaklanjuti hasil penelitian LSM lokal tersebut dengan penelitian yang lebih komprehensif untuk mengetahui kualitas air di Sedanau serta Natuna pada umunya yang sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Rencana pemkab untuk mengalirkan air dari Sungai Semala Pulau Bunguran Besar hendaknya jangan ditunda-tunda lagi. Tentunya tak sedap dipandang mata apabila banyak anak dara dari Sedanau yang juga merupakan generasi muda Natuna bila tertawa atau tersenyum yang nampak hanya gusi atau sangang karena sudah tidak bergigi karena setiap hari mengkonsumsi air yang tak layak diminum.

KONDISI SUNGAI SEMALA

Sungai Semala yang menjadi harapan masyarakat Sedanau dan sekitarnya sebagai sumber pasokan air bersih saat ini memang mengkhawatirkan.Puluhan danau-danau sebagai sumber dari sungai tersebut saat ini hutanya sudah habis dibabat guna pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit tersebut membutuhkan lahan sekitar 40.000 hektare.

Dari hasil bual-bual penulis dengan salah satu anggota DPRD Natuna dalam perjalanan dari Binjai ke Sedanau dengan menggunakan speedboat, diketahui itu adalah salah satu penyebab adanya keraguan dari pihak legislatif untuk membangun bendungan di Semala.

Menginagat air merupakan masalah yang sangat fundamental bagi kita semua, perlu ketegasan dari berbagai pihak yang terkait untuk mengamankan hutan disepanjang Sungai Semala tersebut. Program perkebunan kelapa sawit yang tak ramah bagi ketersediaan air sudah saatnya dihentikan mengingat program tersebut sudah berlangsung belasan tahun dan tidak mendatangkan keuntungan ekonomis bagi peningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kerusakan hutan yang sudah terlanjur di ekspolitasi itu sebetulnya bukan alasan yang tepat untuk menunda bahkan membatalkan rencana pembangunan bendungan di Sungai Semala. Bukankah Program Reboisasi adalah solusinya ? Dan bukankah ini sejalan dengan program pemerintah pusat ?

Tidak ada komentar: